sebuah blog oleh Hansen Wijaya

Senin, 16 Mei 2011

Pujangga Bumi

Tambang pasir vulkanik Padalarang, Jawa Barat

Melewati kekelaman,
Diri yang lemah tak berdaya ini,
Mencoba menerobos hutan-hutan yang sunyi,

Mengabaikan kesepian,
Diri yang tak tahu arah ini,
Mencoba mencari jalan untuk mendeskripsi,

Menbiarkan keraguan,
Diri yang tak cerdas ini,
Mencoba untuk menguak semua isi bumi,

Sungai demi sungai kan kuseberangi,
Bukit demi bukit kan  kudaki,
Terjatuh dan terluka adalah tradisi,
Tapi semua ini tak hanya sekedar hobi.

Aku adalah pujangga bumi,
Yang mengarang dongeng demi dongeng yang paling menakjubkan tentang bumi,
Yang mengambarkan lukisan demi lukisan yang  paling indah di dalam bumi
Yang menceritakan bencana demi bencana yang paling mengerikan di muka bumi,
Yang menuliskan syair demi syair evolusi yang paling menyentuh akan bumi.

Aku adalah pujangga bumi,
Langit adalah payung tempatku bernaung,
Mentari adalah ungun pembuat hangat tubuhku,
Dan tanah berlumpur adalah tahta tempat kakiku berpijak,

Aku adalah pujangga bumi,
Hujan badai adalah sobatku yang ramah,
Binatang-binatang liar adalah musuh lama bagiku,
Dan berada di tepi jurang bukanlah hal yang menakutkan lagi,

Jika aku mati di tengah kesendirian,
Aku hanya punya satu harapan,
Bukan asuransi buat keluargaku,
Dan bukan juga surga bagi kehidupan kekalku,
Ini hanyalah impian sederhana:
Bahwa akan ada orang yang menemukan buku lapanganku!

Gores-garis cermin sesar menganan naik Pasir Cikamuning, Padalarang, Jawa Barat

1 komentar:

  1. Tentu sajak, akupun ingin jadi penyair yang membumi, mengakar, ke dasar bumi, ke pusat sunyi, alam semesta ilahi.

    salam

    BalasHapus