Menurut laporan Global Finacial Inclusive Index,
pada tahun 2012-2013 diperkirakan hanya sekitar 20% penduduk Indonesia
yang memiliki rekening tabungan di lembaga keuangan formal (bank).
Padahal dari 230-250 juta jiwa penduduk Indonesia, sekitar 47% (118 juta
jiwa) di antaranya adalah tenaga kerja aktif. Dengan hanya 20%,
persentase kepemilikan tabungan di Indonesia berada jauh di bawah
negara-negara tetangga. Sebagai pembanding, persentase kepemilikan tabungan penduduk Malaysia adalah 66%, Thailand 73%, dan Singapura 98% (Tabel 1).
Perbandingan Presentase Kepemilikan Tabungan Penduduk dan Keadaan Ekonomi Indonesia dengan negara-negara tetangga (1, 2, 3, 4)
Negara
|
Kepemilikan Tabungan
|
Tenaga Kerja/Penduduk
|
GDP Per Kapita
|
%, +2012
|
fraksi, +2012
|
USD, +2012
| |
Indonesia
|
20
|
0,47
|
3.592
|
Thailand
|
73
|
0,58
|
5.678
|
Malaysia
|
66
|
0,43
|
10.578
|
Singapura
|
98
|
0,66
|
50.323
|
Rendahnya
pendapatan per kapita penduduk Indonesia seringkali dianggap sebagai
salah satu faktor penyebab sedikitnya penduduk Indonesia yang memiliki
tabungan di bank. Pendapat tersebut tidaklah sepenuhnya benar karena
rendahnya tingkat pendapatan per kapita suatu negara lebih berpengaruh
pada rendahnya jumlah tabungan penduduknya, bukan rendahnya persentase
kepemilikan tabungan dari penduduknya. Hal ini dibuktikan bahwa
sekalipun pendapatan per kapita penduduk Malaysia lebih tinggi dua kali
lipat daripada pendapatan per kapita penduduk Thailand, persentase
kepemilikan tabungan penduduk Thailand lebih tinggi daripada Malaysia.
Sedikitnya
penduduk Indonesia yang memiliki tabungan di bank bisa jadi dikarenakan
adanya anggapan bahwa membuka tabungan itu ribet. Ketika
pelajar-pelajar SMA
dari berbagai daerah di Indonesia ditanyakan mengapa mereka tidak
memiliki rekening tabungan di bank, mereka menjawab karena menurut
mereka berurusan bank itu ribet. Jikalau anggapan tersebut bisa dimiliki
oleh anak-anak SMA yang dibesarkan pada zaman melek teknologi dan
informasi saat ini, apalagi bagi penduduk yang lebih tua yang seringnya
lebih gagap teknologi dan informasi daripada anak-anak SMA itu. Tentu
saja ada banyak alasan lain yang menyebabkan sebagian besar penduduk
Indonesia tidak menabung di bank. Salah satunya mungkin adalah karena
di negara kita, terutama di daerah perdesaan, penduduk lebih akarab
dengan lembaga keunangan non-bank.
Selain
rendahnya presentase kepemilikan tabungan penduduk Indonesia, jumlah
total tabungan dalam negeri penduduk Indonesia sendiri hanya berkisar
20-30% saja dari PDB (Produk Domestic Bruto) negara. Hal ini
berbeda dengan China yang diketahui penduduknya memiliki budaya
menabung yang kuat (perlu diketahui bahwa pendapatan per kapita
penduduknya saat ini hampir dua kali lipat dari pendapatan per kapita
penduduk Indonesia) yang jumlah tabungan penduduknya mencapai kurang
lebih 50% dari PDB-nya (yang USD 8 T itu).
Kecilnya
jumlah total tabungan dalam negeri penduduk Indonesia perlu disadari
disebabkan karena masih cukup banyaknya penduduk Indonesia yang tidak
memiliki tabungan, ditambah dengan adanya kemungkinan golongan menengah
ke atas Indonesia yang menabung dalam jumlah cukup banyak pada
bank-bank luar negeri. Selain itu, rendahnya pendapatan per kapita
penduduk Indonesia, tingginya sifat konsumtif penduduk Indonesia
(Sebagai contoh, pada kuartal ke-3 tahun 2012 tercatat ada 15,5
juta unit HP yang dikapalkan ke pasar Indonesia. Kalaupun persentase
terbelinya HP hanya 90%, maka ada 56 juta unit HP baru yang dimiliki
penduduk Indonesia tahun lalu), tingginya tingkat inflasi (meskipun
masih dalam rentang bersahabat untuk negara berkembang dengan tingkat
pertumbuhan eknomi yang mencapai 6% per tahun) juga memiliki andil dalam hal kecilnya jumlah tabungan dalam negeri penduduk Indonesia.
Setidak-tidaknya ada dua
tujuan seseorang untuk menjadi nasabah atau menabung di bank
berdasarkan fungsi tabungan yang hendak dia peroleh. Tabungan bisa
menjadi salah satu alat bagi nasabah untuk menempatkan penyisihan
sebagian dari pendapatannya agar dapat digunakan sebagai cadangan hari
depan dan juga bisa digunakan sebagai alat untuk memudahkan nasabah
dalam melakukan transaksi bisnis, usaha individu/kelompok, ataupun
pembayaran tagihan, pembelian barang dan jasa tertentu, berbelanja dan
sebagainya. Saya sendiri menggunakan jasa bank belasan kali tiap
bulan, mulai dari belanja (baik secara online maupun gesek di tempat),
pembayaran asuransi, pembelian pulsa ponsel, transfer antar rekening,
pembelian tiket pesawat, dan sebagainya. Bahkan, masyarakat di sekitar
Jadebotabek sudah bisa menggunakan e-money untuk naik komuter line dan
Transjakarta tanpa perlu membawa uang tunai, termasuk juga untuk
membayar tarif tol dan parkir.
Selain
membawa manfaat bagi pribadi yang menyimpan tabungan di bank. Tabungan
penduduk suatu negara, atau bisa disebut dengan Tabungan Nasional
mempunyai dampak yang baik bagi stabilitas perekonomian. Arif Setiawan,
dosen ekonomi STAN, mencontohkan Jepang yang saat itu (tahun 2011)
memiliki porsi utang yang jauh lebih tinggi daripada negara-negara Eropa
yang mengalami krisis utang namun belum mengalami krisis utang yang
dialami oleh negara-negara Eropa tersebut. Kuncinya ternyata ada pada
sumber utang Jepang yang utamanya berasal dari tabungan dalam negeri
sebesar 94% (tahun 2008) [note: pada link yang saya berikan pada nama
bapak dosen di atas ada sedikit penjelasan mengenai hal tersebut].
Selain Jepang, Tabungan Nasional RRT yang kurang lebih mencapai 50% dari
PDB ditenggarai sebagai salah satu penggerak utama perekonomiannya yang
bisa tumbuh di atas 9% selama 3 dekade terakhir. Jelaslah ternyata
uang yang kita tabung di bank memiliki arti yang sangat penting bagi
perekonomian negara kita, selain tentunya juga bagi pribadi yang
menabung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar