sebuah blog oleh Hansen Wijaya

Senin, 17 Juni 2013

Tabungan Nasional Indonesia

Menurut laporan Global Finacial Inclusive Index, pada tahun 2012-2013 diperkirakan hanya sekitar 20% penduduk Indonesia yang memiliki rekening tabungan di lembaga keuangan formal (bank). Padahal dari 230-250 juta jiwa penduduk Indonesia, sekitar 47% (118 juta jiwa) di antaranya adalah tenaga kerja aktif. Dengan hanya 20%, persentase kepemilikan tabungan di Indonesia berada jauh di bawah negara-negara tetangga. Sebagai pembanding, persentase kepemilikan tabungan penduduk Malaysia adalah 66%, Thailand 73%, dan Singapura 98% (Tabel 1).

Perbandingan Presentase Kepemilikan Tabungan Penduduk dan Keadaan Ekonomi Indonesia dengan negara-negara tetangga (1, 2, 3, 4)
Negara
Kepemilikan Tabungan
Tenaga Kerja/Penduduk
GDP Per Kapita
%, +2012
fraksi, +2012
USD, +2012
Indonesia
20
0,47
3.592
Thailand
73
0,58
5.678
Malaysia
66
0,43
10.578
Singapura
98
0,66
50.323

Rendahnya pendapatan per kapita penduduk Indonesia seringkali dianggap sebagai salah satu faktor penyebab sedikitnya penduduk Indonesia yang memiliki tabungan di bank. Pendapat tersebut tidaklah sepenuhnya benar karena rendahnya tingkat pendapatan per kapita suatu negara lebih berpengaruh pada rendahnya jumlah tabungan penduduknya, bukan rendahnya persentase kepemilikan tabungan dari penduduknya. Hal ini dibuktikan bahwa sekalipun pendapatan per kapita penduduk Malaysia lebih tinggi dua kali lipat daripada pendapatan per kapita penduduk Thailand, persentase kepemilikan tabungan penduduk Thailand lebih tinggi  daripada Malaysia.

Ilustrasi Bank

Sedikitnya penduduk Indonesia yang memiliki tabungan di bank bisa jadi dikarenakan adanya anggapan bahwa membuka tabungan itu ribet. Ketika pelajar-pelajar SMA dari berbagai daerah di Indonesia ditanyakan mengapa mereka tidak memiliki rekening tabungan di bank, mereka menjawab karena menurut mereka berurusan bank itu ribet. Jikalau anggapan tersebut bisa dimiliki oleh anak-anak SMA yang dibesarkan pada zaman melek teknologi dan informasi saat ini, apalagi bagi penduduk yang lebih tua yang seringnya lebih gagap teknologi dan informasi daripada anak-anak SMA itu. Tentu saja ada banyak alasan lain yang menyebabkan sebagian besar penduduk Indonesia tidak menabung di bank. Salah satunya mungkin adalah karena di negara kita, terutama di daerah perdesaan, penduduk lebih akarab dengan lembaga keunangan non-bank.

Selain rendahnya presentase kepemilikan tabungan penduduk Indonesia, jumlah total tabungan dalam negeri penduduk Indonesia sendiri hanya berkisar 20-30% saja dari PDB (Produk Domestic Bruto) negara. Hal ini berbeda dengan China yang diketahui penduduknya memiliki budaya menabung yang kuat (perlu diketahui bahwa pendapatan per kapita penduduknya saat ini hampir dua kali lipat dari pendapatan per kapita penduduk Indonesia) yang jumlah tabungan penduduknya mencapai kurang lebih 50% dari PDB-nya (yang USD 8 T itu).

Ilustrasi Tabungan

Kecilnya jumlah total tabungan dalam negeri penduduk Indonesia perlu disadari disebabkan karena masih cukup banyaknya penduduk Indonesia yang tidak memiliki tabungan, ditambah dengan adanya kemungkinan golongan menengah ke atas Indonesia yang menabung dalam jumlah cukup banyak pada bank-bank luar negeri. Selain itu, rendahnya pendapatan per kapita penduduk Indonesia, tingginya sifat konsumtif penduduk Indonesia (Sebagai contoh, pada kuartal ke-3 tahun 2012 tercatat ada 15,5 juta unit HP yang dikapalkan ke pasar Indonesia. Kalaupun persentase terbelinya HP hanya 90%, maka ada 56 juta unit HP baru yang dimiliki penduduk Indonesia tahun lalu), tingginya tingkat inflasi (meskipun masih dalam rentang bersahabat untuk negara berkembang dengan tingkat pertumbuhan eknomi yang mencapai 6% per tahun) juga memiliki andil dalam hal kecilnya jumlah tabungan dalam negeri penduduk Indonesia.

Setidak-tidaknya ada dua tujuan seseorang untuk menjadi nasabah atau menabung di bank berdasarkan fungsi tabungan yang hendak dia peroleh. Tabungan bisa menjadi salah satu alat bagi nasabah untuk menempatkan penyisihan sebagian dari pendapatannya agar dapat digunakan sebagai cadangan hari depan dan juga bisa digunakan sebagai alat untuk memudahkan nasabah dalam melakukan transaksi bisnis, usaha individu/kelompok, ataupun pembayaran tagihan, pembelian barang dan jasa tertentu, berbelanja dan sebagainya. Saya sendiri menggunakan jasa bank belasan kali tiap bulan, mulai dari belanja (baik secara online maupun gesek di tempat), pembayaran asuransi, pembelian pulsa ponsel, transfer antar rekening, pembelian tiket pesawat, dan sebagainya. Bahkan, masyarakat di sekitar Jadebotabek sudah bisa menggunakan e-money untuk naik komuter line dan Transjakarta tanpa perlu membawa uang tunai, termasuk juga untuk membayar tarif tol dan parkir.

Selain membawa manfaat bagi pribadi yang menyimpan tabungan di bank. Tabungan penduduk suatu negara, atau bisa disebut dengan Tabungan Nasional mempunyai dampak yang baik bagi stabilitas perekonomian. Arif Setiawan, dosen ekonomi STAN, mencontohkan Jepang yang saat itu (tahun 2011) memiliki porsi utang yang jauh lebih tinggi daripada negara-negara Eropa yang mengalami krisis utang namun belum mengalami krisis utang yang dialami oleh negara-negara Eropa tersebut. Kuncinya ternyata ada pada sumber utang Jepang yang utamanya berasal dari tabungan dalam negeri sebesar 94% (tahun 2008)  [note: pada link yang saya berikan pada nama bapak dosen di atas ada sedikit penjelasan mengenai hal tersebut]. Selain Jepang, Tabungan Nasional RRT yang kurang lebih mencapai 50% dari PDB ditenggarai sebagai salah satu penggerak utama perekonomiannya yang bisa tumbuh di atas 9% selama 3 dekade terakhir. Jelaslah ternyata uang yang kita tabung di bank memiliki arti yang sangat penting bagi perekonomian negara kita, selain tentunya juga bagi pribadi yang menabung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar